Merantau
dari Toraja ke Makassar untuk menimba ilmu di Universitas Hasanuddin adalah
suatu pengalaman yang luar biasa karena ini kali pertama saya harus hidup jauh
dari orang tua. Karena saat itu saya termasuk golongan anak rumahan, maka
banyak yang khawatir apakah saya bisa hidup mandiri di Kota Daeng.
Tujuh
tahun di Kota Daeng mengajarkan banyak hal terutama bagaimana kehidupan di Kota besar mampu
mengubah pola pikir yang selama ini berlandaskan mitos. Salah satunya
menyangkut tentang isu agama.
Sewaktu
di Toraja, saya diwanti-wanti bahwa hati-hati bergaul dengan orang Muslim karena
mereka fanatik dan tak segan-segan bertindak nekat kalau mereka tahu saya
seorang Nasrani. Setelah saya tiba Ibukota Sulawesi Selatan ini, ternyata
persepsi itu salah besar. Ternyata mereka adalah orang yang baik, ramah dan tak
sekejam yang digambarkan. Memang sih, ada ormas yang suka bertindak anarkis,
tapi toh mereka melakukan tersebut karena memang ada penyebabnya.
Pemahaman
saya tentang kebaikan orang Muslim
semakin terasah ketika saya tergabung di organisasi Forum Lingkar Pena Ranting
Universitas Hasanuddin. Sekedar info, organisasi ini adalah organisasi
kepenulisan yang terbesar di Indonesia dimana anggotanya didominasi oleh kaum
muslim. Di ranting/cabang ku sendiri kala itu, 100% anggotanya berasal dari kaum
muslim. Walaupun begitu, ketika saya mendaftarkan diri dan bergabung , mereka
tenang-tenang saja tuh. Boleh dikata, merekalah yang mengajarkan saya bagaimana
merangkai kata-kata yang baik sehingga menjadi kalimat yang indah dan saya juga
diajarkan bagaimana indahnya persaudaraan dan persatuan di antara mereka. Persepsi bahwa orang Muslim itu kejam menjadi
pudar dari otakku.
Di
lain tempat, ketika saya menjalani kuliah praktek di Surabaya, saya bertemu dengan warga Jemaat Gereja Gatototan
yang dari pengamatanku, jemaatnya berasal dari 100% orang Tionghoa. Ada
persepsi bahwa orang Tionghoa itu adalah orang yang sombong, angkuh dan
memandang remeh kaum pribumi . Walaupun hanya satu bulan berkumpul bersama
mereka, namun memberikan banyak pelajaran bahwa mereka adalah orang yang tulus
melayani dengan ikhlas dan tak membeda-bedakan mana pribumi mana yang
seetnisnya.
Saya
berterima kasih kepada organisasi FLP dan Jemaat Gatotan Surabaya yang telah
memberikan pelajaran hidup bagaimana hidup rukun ditengah perbedaan. Perbedaan
bukanlah penghalang untuk bersatu melainkan suatu bagian warna dalam kehidupan
ini.
0 komentar: